Terima kasih saudara mau menyempatkan diri membaca tulisan saya, termasuk saran.
Saya cukup senang dengan masukan saudara, untuk mencari sumber lain dalam tulisan ini. Saya sekadar mempermaklumkan, bahwa apa yang saya ceritakan berdasarkan sumber yang sudah saya kenal sangat dekat bahkan dari kalangan keluarga.
Singkatnya begini. Tulisan ini baru dimulai. Saya sudah mulai , tetapi bagaimana ujung dari tulisan ini belum. Seperti apa, nanti kita lihat.
Soal ata kebele yang anda singgung, saya menjadi sedih. Apakah saudara tidak membaca bahwa di dalam tulisan ini ada pula sumber dari apa yang di kampung, kita sebut sebagai ata kebele.
Mereka ini diakui sejak dulu entah kapan, di zaman mana sebagai ata kebele. Tulisan ini sama sekali tak menggugat hal demikian.
Sekadar untuk diketahui, ata kebele di desa saya (Watoone), adalah kaka ama, yang harus go Hunge Baat Tonga Belolo, itu sudah harga mati, tak bisa ditawar opu. Tak terhitung lagi bagaimana kebaikan yang mereka tanam, keindahan yang dipetik anak-anak Lewo Tanah dari ata kebele di Desa Watoone, dan mungkin juga di tempat lain di Witihama.
Dan bagi saya pribadi, ata kebele di desa Watoone atau Witihama pada umumnya, sungguh jauh berbeda dengan ata kebele manapun di bagian lain dunia ini. Mengapa? Karena yang disebut ata kebele di tempat ini, tak pernah meminta untuk dihormati atau diperlakukan lain atau lebih. Mereka juga sepanjang pengetahuan saya, tak memaksa orang untuk mengerjakan ini atau itu. Apalagi menindas orang. Yang terjadi, ata kebele di tempat ini mengerjakan kebunnya sendiri, makan dari keringatnya sendiri, dan masih banyak lagi yang tak harus disebutkan.
Dan lebih aneh lagi, meskipun mereka tak meminta, masyarakat tetap menghormati mereka.
Mengapa? Karena ata kebele di tempat ini sungguh-sungguh menyayangi masyarakat yang ada di dalamnya tanpa pandang bulu.
Soal tulisan ini cukup saudaraku ketahui, bahwa masing-masing orang, kelompok , suku, atau dalam bentuk apapun, tentu tak berbuat dosa jika mereka menelusuri sejarahnya sendiri untuk menemukan suatu kebenaran yang mereka yakini. Saya menulisnya juga untuk selalu mengingatnya. Untuk lengkapnya, barangkali untuk sementara dibaca di bagian pembukaan.
Jika anda memiliki cerita juga tentang hal ini dari sisi saudara, saya pikir saya juga tak berhak apalagi memaksa saudara untuk melakukan ini atau itu atau tidak boleh ini itu dan sebagainya.
Kalau saudara ingin menulis pendapat anda atau melakukan penelusuran seperti yang sudah coba saya lakukan, saya pikir itu bukan suatu perbuatan pidana yang harus diresahkan.
Bagi saya, cerita tetaplah cerita, sejarah tetap lah sejarah. Dia memiliki tapak tersendiri dan meninggalkan bekas sendiri pula. Kalau saya mau telusuri, bagi saya, selain suatu kewajiban, juga suatu hentakan semangat dari dalam diri yang sedemikian kuat, untuk mencari dan menemukan apa yang sebenarnya. Jika saudara juga punya cerita atau penelusuran sejarah, mengapa tidak? Terima kasih banyak saudaraku, sampai herun balik.
dari lewo asal UHUN MULA NUBA MATAN ADA NARA
hormat saya, Nadus Tokan Tata Puken