Untuk saudaraku Amkuz.
Sebelum saya menjawab pertanyaan anda, saya ingin tahu sebenarnya darimana anda. Jika anda orang Adonara juga, tentu tak sulit menjawabnya tetapi jika dari luar Adonara, mungkin memerlukan penjelasan agak teliti.
Saya juga ingin menegaskan, bahwa jika anda orang Adonara maka pertanyaan anda sebenarnya ingin mencobai saya. Tapi tak apa. Saya tak pedulikan itu. Yang penting sahabat bertambah. Kalau ada yang terpaksa harus berkurang, itu sudah biasa.
Tapi untuk sementara, biarlah diketahui bahwa pada dasarnya adat istiadat Adonara sedemikian sederhana. Jauh lebih sederhana, mungkin dari adat istiadat manapun. Soal terjadi pergeseran, itu sudah tentu. Dunia selalu berubah kawan. Tak ada yang kekal.
Adonara pun banyak mengalami perubahan dalam hal yang satu ini. Tapi ada yang cukup kekal di sana. Adat istiadat tetap digenggam, meskipun sudah banyak mengalami pergeseran.
Betul kata kawan, bahwa memang ada banyak sekali yang dibikin-bikin sendiri, sehingga apa yang sebelumnya tak terlalu berat, menjadi sangat berat bahkan hampir tak dapat dipikul. Bedanya, orang Adonara sangat terbiasa memikul beban berat.
Yang mungkin agak membahayakan, jika orang mengira bahwa mereka tak bisa hidup atau berbuat sesuatu gara-gara tak mengurus adat. Ini pendapat saya saja. Apakah anda mau ikut atau tidak, itu ...ya isi sendirilah kawan...trims.....
Total Tayangan Halaman
Jumat, 27 Februari 2009
Rabu, 18 Februari 2009
KRONIKA
Saya ingin mengeritik kehidupan ini. Dari atas sebuah bukit yang tinggi aku duduk dan melihat. Yang tampak ada sebuah kampung yang jauh beberapa kilometer dari tempat itu. dan yang lebih jauh lagi, hamparan laut biru. Jika ingin ke tempat itu, paling tidak butuh beberapa jam perjalanan. Apalagi dari tempatku berada, tak ada sarana transportasi yang menunjang.
Ini sungguh memprihatinkan. padahal di negara-negara maju, orang sudah ke bulan, dan berencana kemana pun dia suka, meskipun minyak dunia makin naik harganya. Apalagi di tengah harga yang mulai menurun.
Aku berpikir, apakah aku harus meratapi hidup di atas bukit itu, atau haruskah aku tertawa melihat betapa terkebelakangnya masyarakatku.
namun secara fakta, sebenarnya masyarakatku tak seberapa terkebelakang, karena mereka juga cukup mengenal perkembangan ilmu pengetahuan. hanya saja yang juga membuatku sedih, pengetahuan yang banyak mereka peroleh, tak sedikit meracuni jiwa dan hati mereka yang sejauh ini saya tahu sungguh murni.
Membendung segala perkembangan peradaban ini, tentu tak akan mampu, karena setiap hari, bahkan tiap detik, denyut perubahan itu seakan tak pernah berhenti.
Aku masih di atas bukit itu, ketika hari makin beranjak sore, ketika petani di kampungku telah pulang dari ladang kerontang mereka.
di wajah mereka tak tampak ada kegelisahan, mengenai pohon hutan yang kian hari kian habis, mengenai rumput kering dan perdu belukar yang terisak menahan panasnya api kemarau. mereka menjalani hidup, seakan-akan masalah itu sedemikian jauh, bahkan mungkin tak ada. Aku tak mau mengganggu apalagi mempersalahkan mereka. Karena mungkin, inilah yang masih tersisa dalam kehidupan yang nyaris terkapar tergilas kemajuan zaman itu....Salam. Turida, 18 February 2009....................
Ini sungguh memprihatinkan. padahal di negara-negara maju, orang sudah ke bulan, dan berencana kemana pun dia suka, meskipun minyak dunia makin naik harganya. Apalagi di tengah harga yang mulai menurun.
Aku berpikir, apakah aku harus meratapi hidup di atas bukit itu, atau haruskah aku tertawa melihat betapa terkebelakangnya masyarakatku.
namun secara fakta, sebenarnya masyarakatku tak seberapa terkebelakang, karena mereka juga cukup mengenal perkembangan ilmu pengetahuan. hanya saja yang juga membuatku sedih, pengetahuan yang banyak mereka peroleh, tak sedikit meracuni jiwa dan hati mereka yang sejauh ini saya tahu sungguh murni.
Membendung segala perkembangan peradaban ini, tentu tak akan mampu, karena setiap hari, bahkan tiap detik, denyut perubahan itu seakan tak pernah berhenti.
Aku masih di atas bukit itu, ketika hari makin beranjak sore, ketika petani di kampungku telah pulang dari ladang kerontang mereka.
di wajah mereka tak tampak ada kegelisahan, mengenai pohon hutan yang kian hari kian habis, mengenai rumput kering dan perdu belukar yang terisak menahan panasnya api kemarau. mereka menjalani hidup, seakan-akan masalah itu sedemikian jauh, bahkan mungkin tak ada. Aku tak mau mengganggu apalagi mempersalahkan mereka. Karena mungkin, inilah yang masih tersisa dalam kehidupan yang nyaris terkapar tergilas kemajuan zaman itu....Salam. Turida, 18 February 2009....................
Langganan:
Postingan (Atom)