Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Januari 2009

Selasa, 20 Januari 2009

Masyarakat Jeranjang sebelum Berdirinya PLTU- Dan, sebuah Perjalanan ---


Hari masih cukup pagi. ketika itu sekitar tahun 1984. Sudah lama ya? Syukurlah, penulis masih ingat akan peristiwa itu. Bagi kebanyakan orang memang tak seberapa menarik, namun bagiku, ini cukup penting.

Ini memang hanya sebuah perjalanan. Bahkan belum diketahui, apa sebenarnya tujuan dari perjalanan itu. Hanya saja, ada kata-kata dari Bapak Djou Bolly Lama Tokan Yohanes, bahwa ini untuk To'i Lewo.

Artinya, mengunjungi pemukiman penduduk. Beda dengan kunjungan para pejabat yang menggunakan mobil atau kendaraan apapun juga untuk mencapai tujuan, rombongan yang dipimpin Djou Bolly yang lebih akrab disapa Ama Rou, hanya berjalan kaki.

Rombongan hanya berjalan kaki dari Desa Watoone nan sepi menuju Kiwang One yang merupakan perbatasan apa yang disebut kebanyakan Orang Adonara sebaghai tapal batas. Maksudnya, tapal batas antara Demo dan Padji.
Mengenai hal ini terlalu banyak dibahas, karena itu, penulis kembali kepada soal perjalanan. Setelah sampai di Kiwang One, rombongan berjalan kaki menuju desa yang letaknya mungkin paling tinggi di Pulau Adonara yakni Lama Lota
Namun ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa desa paling tinggi yakni Lama Dokend. Namun sejauh ini belum ada kepastian secara ilmiah mengenai hal itu. Karena memang belum ada yang khusus mengukur mengenai berapa sebenarnya tinggi masing-masing kampung tersebut.
Pada dasarnya, rombongan hendak mengunjungi setiap desa di Adonara yang mendapat predikat sebagai Lewo Mur'en. Lewo Mur'en dapat diartikan sebagai kampun yang sebenarnya, kampung asli, atau kampung asal dari setiap penghuni Pulau Adonara saat ini.
Entah mengapa sejumlah desa yang bakal dipaparkan ini menyandang predikat yang demikian, mungkin membutuhkan tempat untuk penjelasan tersendiri.
namun untuk sementara, penulis ingin memberi gambaran mengenai Lama Lota.
Ada yang mengatakan bahwa Lama Lota merupakan kampung yang letaknya paling tinggi di Pulau Adonara. Dari Lama Lota, apalagi di kampung tua, kawah Gunung Boleng tampak rata. Artinya, kampung ini sebenarnya sudah berada di sekitar kawasan Kawah Gunung Boleng
Bagaimana cerita selanjutnya? Ikuti blog ini bro.....!

Kamis, 08 Januari 2009

Untuk kawan...............

Dimanapun kalian berada, kalian tak jauh dari saya. Kerinduan yang ada dalam hatimu,tak jauh pula dengan apa yang sedang aku rasakan. Namun hari demi hari aku semakin heran, apa yang membuat kita harus berpisah begitu jauh dan lama. ketika kita menyempatkan semenit dua untuk merenung, maka jawaban yang muncul sangat sederhana. Ya, Tite tai seba buku biliken teratu. Dan juga ake gelupan, Taan Soga Lewo Naran.

Kirin baat tu a di he teman. Baan na'bon tewan ta an rehiket. Naku tabe taa neng gaku? Alapet radi balik, ke pai taan wengiket nahiket taan tete taan Koda Kirin Naen.

Kita tercerai berai ke beberapa bagian dunia, begitu jauh, bahkan jauh dari pandangan mata. Dan ketika kesulitan hidup datang mencekik, maka yang terasa, tak hanya jauh dari pandangan mata tetapi juga mungkin hati.

Inilah dunia yang membingungkan itu. Kapan saya akan berjumpa denganmu sekalian? kerinduanku sedemikian berat. Bahkan lebih berat dari tanggungan hidup yang kujalani hari demi hari. Ada keyakinan dalam hati, bahwa semua ini memang ada waktunya. Kita sulit memaksa, dan itu fakta. SEMOGA ALAPET TETI BELOL'ON RAGA GERIHAN SELALU

TENTANG KEHIDUPAN DI WATOONE

Rata-rata hidup dari bertani. Tanaman yang ditanam pun kebanyakan yang semusim. Bicara tentang musim, tak seperti Indonesia di bagian yang agak ke barat. Satu musim, artinya sekali dalam enam bulan. Beda dengan beberapa bagian Indonesia yang memiliki pertanian teknis. Watoone dan beberapa bagian dari Adonara pada umumnya, hanya mengandalkan ladang.
Tanah yang kering, pohon-pohon yang meranggas menjadi ciri yang sungguh khas, padang tandus, bahkan tak pantas disebut sabana, karena yang tersisa hanya rerumputan. belum lagi batu padas, bekas endapan lahar puluhan bahkan ratusan tahun silam.
Yang aneh, orang selalu betah hidup di tempat ini. Hidup dengan biaya tinggi di tengah aturan adat istiadat yang tak main-main. Dan yang juga tak kalah anehnya, orang tak pernah mengeluh ketika mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Entah karena apa, yang jelas, berapapun, orang siap berkorban. Aneh ya....? Tapi itulah Watoone. Itulah Adonara. Dan kami tak pernah menyesal, diwarisi adat istiadat maupun kerelaan hati yang seperti ini. karena mungkin saja, hal yang demikian itu sudah tak ada lagi di bagian dunia yang lain.

Jumat, 02 Januari 2009

Damai Sejahtera Selalu

Kata-kata ini sedemikian indah. Tetapi entah mengapa selalu saja kadang pahit setiap kali diucapkan. Padahal ini adalah pelipur dikala sedih, obat ketika lapar, dan dahaga. Penghibur di kala sepi. Dan masih banyak lagi, karena maknanya hampir tak terhitung. MengapaA? karena melampaui apa yang terlihat, yang terdengar, atau yang tercium.
Jika engkau telah masuk cukup jauh ke dalamnya, maka engkau akan merasakan sendiri betapa kuatnya makna kata-kata ini.
Tapi apakah engkau masuk atau hanya berdiri dari jauh melihatnya? Keputusannya ada di tanganmu sendiri. Damai Sejahtera, jangan sampai hanya sekadar basa-basi. Jangan biarkan bahasa istimewa ini hilang tanpa makna kawan/////trim..s.///kopong