Rata-rata hidup dari bertani. Tanaman yang ditanam pun kebanyakan yang semusim. Bicara tentang musim, tak seperti Indonesia di bagian yang agak ke barat. Satu musim, artinya sekali dalam enam bulan. Beda dengan beberapa bagian Indonesia yang memiliki pertanian teknis. Watoone dan beberapa bagian dari Adonara pada umumnya, hanya mengandalkan ladang.
Tanah yang kering, pohon-pohon yang meranggas menjadi ciri yang sungguh khas, padang tandus, bahkan tak pantas disebut sabana, karena yang tersisa hanya rerumputan. belum lagi batu padas, bekas endapan lahar puluhan bahkan ratusan tahun silam.
Yang aneh, orang selalu betah hidup di tempat ini. Hidup dengan biaya tinggi di tengah aturan adat istiadat yang tak main-main. Dan yang juga tak kalah anehnya, orang tak pernah mengeluh ketika mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Entah karena apa, yang jelas, berapapun, orang siap berkorban. Aneh ya....? Tapi itulah Watoone. Itulah Adonara. Dan kami tak pernah menyesal, diwarisi adat istiadat maupun kerelaan hati yang seperti ini. karena mungkin saja, hal yang demikian itu sudah tak ada lagi di bagian dunia yang lain.
apakah adat yang keras itu bisa DILUNAKKAN? aTAU MUNGKIN SAJA ADAT YANG SEBENARNYA, SUDAH MENGALAMI PERGESERAN? KALAUPUN MENGALAMI PERGESERAN BUDAYA, APA PENYEBABNYA? SAYA INGIN TAU MENGENAI SEJARAH ASAL MULA WATOONE KHUSUSNYA DAN ADONARA PADA UMUMNYA.TAPI YANG SAYA INGINKAN CERITA NYATA YANG JUJUR TANPA TERKONTAMINASI PEMBELOKAN SEJARAH YANG SEBENARNYA. AMKUZ
BalasHapusMaaf Numpang lewat nih... ketemu di dunia bloger...
BalasHapusSalam Kenal....
Ipar benar mo dari Wato One yah.....
Satu hal yang ingin saya diskusikan dengan bung... Bagaimana menyatuhkan Watoone yang masih terkendala pada konflik internal... Apakah bisa disatukan atau dibiarkan untuk menyatu dengan sendirinya.... TKS Bung....