Total Tayangan Halaman

Sabtu, 03 Oktober 2009

Kutip Tulisan Ini?

Jika sekiranya ada yang mau atau berminat mengutip tulisan ini, kami harapkan agar mencantumkan www.watooneblogspot.com.. terima kasih atas partisipasinya. Dan guna menghindari salah paham yang mungkin saja bisa terjadi, kami minta agar mengutipnya jangan sampai sepotong-sepotong. Yang jelas, tulisan ini belum selesai. Dan terus terang kami sendiri tak dapat memastikan kapan akan selesai. Sekali lagi terima kasih.

LEWO PUKEN NOON NUBA PULO, NUBA TAWAN NOON KODA PULO
TANAH NAWAN NOON NARA LEWA, NARA GERE NOON KIRIN LEMA


hormat saya,
Nadus Tokan Tata Puken
Jawaban untuk kupang

Maaf untuk saudaraku yang ada di kupang yang aku kurang hafal namanya. Terima kasih telah menanyakan kepada saya dengan menggunakan bahasa yang kurang saya pahami. Apalagi mengerti lebih jauh mengenai maksud anda.
Supaya jangan sampai timbul salah paham, saya tak mau menanggapi lebih jauh. Anggaplah ini sebagai salam kenal saya. Maaf, karena baru sekarang saya bisa menjawabnya. dan sempat membaca sedikit goresan anda. Mudah-mudahan tulisan saya tak menyinggung anda. Karena sama sekali bukan demikian maksud tulisan ini. Kalau anda memang tak bisa berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, saya mohon maaaf, saya tak bisa melayani dengan baik. Justru kalau mau berkomunikasi mengenai Adonara, apalagi soal tulisan saya di blok ini, saya lebih senang menggunakan bahasa daerah. Tetapi jika anda memang orang asing yang tak mengerti bahasa Indonesia, saya minta maaf. Tapi kalau anda orang asing dan tak mengerti Bahasa Indonesia, saya juga jadi heran, mengapa anda bisa membaca dan tampaknya cukup mencermati dengan baik tulisan saya. Atau jangan-jangan anda sekadar pamer kepada khalayak, bahwa anda tak biasa menggunakan Bahasa Indonesia apalagi bahasa daerah ya....

Terima kasih atas perhatiannya.

Nadus Tokan Tata Puken

Kamis, 27 Agustus 2009

Selasa, 21 Juli 2009

Jawaban untuk Inglan Rasta di Batam

Maaf Opu, baru sekarang aku dapat menjawab pertanyaan opu. Mengenai desa Watoone yang menurut anda ada blok-bloknya. Ya, kadang-kadang kalau kita memandang dari kejauhan, seakan-akan kita lebih banyak tahu, daripada orang yang ada di dalamnya. Tetapi setelah kita dekat, akhirnya kita menyadari bahwa kita tak tahu apapun dibandingkan orang yang ada di dalamnya.
Mudah-mudahan kawan tak kecewa dengan jawaban saya ini. Beberapa kenyataan tak terbantahkan di Watoone. Bahwa tak ada satu desa pun di seluruh jagad raya ini yang tanpa dipimpin seorang kepala desa selama 15 tahun, namun pemerintahannya bisa berjalan seperti Watoone.
Tidak ada pula satu desa pun di seluruh dunia ini yang sanggup melahirkan seorang pemimpin setingkat gubernur yang desanya tanpa kepala desa. Jadi saya menyarankan anda bisa cari dulu pembandingnya, baru mari kita bicarakan blok-blok seperti pandangan anda.
Karena menurut hemat saya, dalam kondisi yang menurut anda tak begitu baik saja Watoone bisa berbuat banyak, bagaimana kalau Watoone dalam keadaan yang lebih baik? Mudahan-mudahan anda tidak irihati dengan keadaan ini, karena pada dasarnya lewo bisa terbangun karena kesatuan hati manusia yang ada di dalamnya. Tetapi kalau opu berpandangan lain, tentu itu pandangan anda. Dan sebagai masyarakat yang tinggal dalam suatu negara demokrasi, saya tetap menghargai pendapat anda.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada anda, pandangan yang mirip anda datang pula dari banyak kalangan. Semoga itu hanya pandangan saja, bukan kenyataan. Tapi kalau memang itu juga menjadi kenyataan, saya pikir Watoone dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, karena jauh sebelum ini, Watoone pun sanggup menyelesaikan masalah yang jauh lebih besar, bahkan berlipat-lipat besarnya daripada ini. Semoga jawaban yang tak seberapa panjang ini, dapat menjadi pengobat rasa penasaran opu. Terima kasih....sampai jumpa.....!

Minggu, 01 Maret 2009

Jawaban untuk Muda Puken

Terima kasih saudara mau menyempatkan diri membaca tulisan saya, termasuk saran.
Saya cukup senang dengan masukan saudara, untuk mencari sumber lain dalam tulisan ini. Saya sekadar mempermaklumkan, bahwa apa yang saya ceritakan berdasarkan sumber yang sudah saya kenal sangat dekat bahkan dari kalangan keluarga.
Singkatnya begini. Tulisan ini baru dimulai. Saya sudah mulai , tetapi bagaimana ujung dari tulisan ini belum. Seperti apa, nanti kita lihat.
Soal ata kebele yang anda singgung, saya menjadi sedih. Apakah saudara tidak membaca bahwa di dalam tulisan ini ada pula sumber dari apa yang di kampung, kita sebut sebagai ata kebele.
Mereka ini diakui sejak dulu entah kapan, di zaman mana sebagai ata kebele. Tulisan ini sama sekali tak menggugat hal demikian.
Sekadar untuk diketahui, ata kebele di desa saya (Watoone), adalah kaka ama, yang harus go Hunge Baat Tonga Belolo, itu sudah harga mati, tak bisa ditawar opu. Tak terhitung lagi bagaimana kebaikan yang mereka tanam, keindahan yang dipetik anak-anak Lewo Tanah dari ata kebele di Desa Watoone, dan mungkin juga di tempat lain di Witihama.
Dan bagi saya pribadi, ata kebele di desa Watoone atau Witihama pada umumnya, sungguh jauh berbeda dengan ata kebele manapun di bagian lain dunia ini. Mengapa? Karena yang disebut ata kebele di tempat ini, tak pernah meminta untuk dihormati atau diperlakukan lain atau lebih. Mereka juga sepanjang pengetahuan saya, tak memaksa orang untuk mengerjakan ini atau itu. Apalagi menindas orang. Yang terjadi, ata kebele di tempat ini mengerjakan kebunnya sendiri, makan dari keringatnya sendiri, dan masih banyak lagi yang tak harus disebutkan.
Dan lebih aneh lagi, meskipun mereka tak meminta, masyarakat tetap menghormati mereka.
Mengapa? Karena ata kebele di tempat ini sungguh-sungguh menyayangi masyarakat yang ada di dalamnya tanpa pandang bulu.
Soal tulisan ini cukup saudaraku ketahui, bahwa masing-masing orang, kelompok , suku, atau dalam bentuk apapun, tentu tak berbuat dosa jika mereka menelusuri sejarahnya sendiri untuk menemukan suatu kebenaran yang mereka yakini. Saya menulisnya juga untuk selalu mengingatnya. Untuk lengkapnya, barangkali untuk sementara dibaca di bagian pembukaan.
Jika anda memiliki cerita juga tentang hal ini dari sisi saudara, saya pikir saya juga tak berhak apalagi memaksa saudara untuk melakukan ini atau itu atau tidak boleh ini itu dan sebagainya.
Kalau saudara ingin menulis pendapat anda atau melakukan penelusuran seperti yang sudah coba saya lakukan, saya pikir itu bukan suatu perbuatan pidana yang harus diresahkan.
Bagi saya, cerita tetaplah cerita, sejarah tetap lah sejarah. Dia memiliki tapak tersendiri dan meninggalkan bekas sendiri pula. Kalau saya mau telusuri, bagi saya, selain suatu kewajiban, juga suatu hentakan semangat dari dalam diri yang sedemikian kuat, untuk mencari dan menemukan apa yang sebenarnya. Jika saudara juga punya cerita atau penelusuran sejarah, mengapa tidak? Terima kasih banyak saudaraku, sampai herun balik.


dari lewo asal UHUN MULA NUBA MATAN ADA NARA

hormat saya, Nadus Tokan Tata Puken

Jumat, 27 Februari 2009

Jawaban

Untuk saudaraku Amkuz.
Sebelum saya menjawab pertanyaan anda, saya ingin tahu sebenarnya darimana anda. Jika anda orang Adonara juga, tentu tak sulit menjawabnya tetapi jika dari luar Adonara, mungkin memerlukan penjelasan agak teliti.
Saya juga ingin menegaskan, bahwa jika anda orang Adonara maka pertanyaan anda sebenarnya ingin mencobai saya. Tapi tak apa. Saya tak pedulikan itu. Yang penting sahabat bertambah. Kalau ada yang terpaksa harus berkurang, itu sudah biasa.
Tapi untuk sementara, biarlah diketahui bahwa pada dasarnya adat istiadat Adonara sedemikian sederhana. Jauh lebih sederhana, mungkin dari adat istiadat manapun. Soal terjadi pergeseran, itu sudah tentu. Dunia selalu berubah kawan. Tak ada yang kekal.
Adonara pun banyak mengalami perubahan dalam hal yang satu ini. Tapi ada yang cukup kekal di sana. Adat istiadat tetap digenggam, meskipun sudah banyak mengalami pergeseran.
Betul kata kawan, bahwa memang ada banyak sekali yang dibikin-bikin sendiri, sehingga apa yang sebelumnya tak terlalu berat, menjadi sangat berat bahkan hampir tak dapat dipikul. Bedanya, orang Adonara sangat terbiasa memikul beban berat.
Yang mungkin agak membahayakan, jika orang mengira bahwa mereka tak bisa hidup atau berbuat sesuatu gara-gara tak mengurus adat. Ini pendapat saya saja. Apakah anda mau ikut atau tidak, itu ...ya isi sendirilah kawan...trims.....

Rabu, 18 Februari 2009

KRONIKA

Saya ingin mengeritik kehidupan ini. Dari atas sebuah bukit yang tinggi aku duduk dan melihat. Yang tampak ada sebuah kampung yang jauh beberapa kilometer dari tempat itu. dan yang lebih jauh lagi, hamparan laut biru. Jika ingin ke tempat itu, paling tidak butuh beberapa jam perjalanan. Apalagi dari tempatku berada, tak ada sarana transportasi yang menunjang.
Ini sungguh memprihatinkan. padahal di negara-negara maju, orang sudah ke bulan, dan berencana kemana pun dia suka, meskipun minyak dunia makin naik harganya. Apalagi di tengah harga yang mulai menurun.
Aku berpikir, apakah aku harus meratapi hidup di atas bukit itu, atau haruskah aku tertawa melihat betapa terkebelakangnya masyarakatku.
namun secara fakta, sebenarnya masyarakatku tak seberapa terkebelakang, karena mereka juga cukup mengenal perkembangan ilmu pengetahuan. hanya saja yang juga membuatku sedih, pengetahuan yang banyak mereka peroleh, tak sedikit meracuni jiwa dan hati mereka yang sejauh ini saya tahu sungguh murni.
Membendung segala perkembangan peradaban ini, tentu tak akan mampu, karena setiap hari, bahkan tiap detik, denyut perubahan itu seakan tak pernah berhenti.
Aku masih di atas bukit itu, ketika hari makin beranjak sore, ketika petani di kampungku telah pulang dari ladang kerontang mereka.
di wajah mereka tak tampak ada kegelisahan, mengenai pohon hutan yang kian hari kian habis, mengenai rumput kering dan perdu belukar yang terisak menahan panasnya api kemarau. mereka menjalani hidup, seakan-akan masalah itu sedemikian jauh, bahkan mungkin tak ada. Aku tak mau mengganggu apalagi mempersalahkan mereka. Karena mungkin, inilah yang masih tersisa dalam kehidupan yang nyaris terkapar tergilas kemajuan zaman itu....Salam. Turida, 18 February 2009....................

Jumat, 30 Januari 2009

Selasa, 20 Januari 2009

Masyarakat Jeranjang sebelum Berdirinya PLTU- Dan, sebuah Perjalanan ---


Hari masih cukup pagi. ketika itu sekitar tahun 1984. Sudah lama ya? Syukurlah, penulis masih ingat akan peristiwa itu. Bagi kebanyakan orang memang tak seberapa menarik, namun bagiku, ini cukup penting.

Ini memang hanya sebuah perjalanan. Bahkan belum diketahui, apa sebenarnya tujuan dari perjalanan itu. Hanya saja, ada kata-kata dari Bapak Djou Bolly Lama Tokan Yohanes, bahwa ini untuk To'i Lewo.

Artinya, mengunjungi pemukiman penduduk. Beda dengan kunjungan para pejabat yang menggunakan mobil atau kendaraan apapun juga untuk mencapai tujuan, rombongan yang dipimpin Djou Bolly yang lebih akrab disapa Ama Rou, hanya berjalan kaki.

Rombongan hanya berjalan kaki dari Desa Watoone nan sepi menuju Kiwang One yang merupakan perbatasan apa yang disebut kebanyakan Orang Adonara sebaghai tapal batas. Maksudnya, tapal batas antara Demo dan Padji.
Mengenai hal ini terlalu banyak dibahas, karena itu, penulis kembali kepada soal perjalanan. Setelah sampai di Kiwang One, rombongan berjalan kaki menuju desa yang letaknya mungkin paling tinggi di Pulau Adonara yakni Lama Lota
Namun ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa desa paling tinggi yakni Lama Dokend. Namun sejauh ini belum ada kepastian secara ilmiah mengenai hal itu. Karena memang belum ada yang khusus mengukur mengenai berapa sebenarnya tinggi masing-masing kampung tersebut.
Pada dasarnya, rombongan hendak mengunjungi setiap desa di Adonara yang mendapat predikat sebagai Lewo Mur'en. Lewo Mur'en dapat diartikan sebagai kampun yang sebenarnya, kampung asli, atau kampung asal dari setiap penghuni Pulau Adonara saat ini.
Entah mengapa sejumlah desa yang bakal dipaparkan ini menyandang predikat yang demikian, mungkin membutuhkan tempat untuk penjelasan tersendiri.
namun untuk sementara, penulis ingin memberi gambaran mengenai Lama Lota.
Ada yang mengatakan bahwa Lama Lota merupakan kampung yang letaknya paling tinggi di Pulau Adonara. Dari Lama Lota, apalagi di kampung tua, kawah Gunung Boleng tampak rata. Artinya, kampung ini sebenarnya sudah berada di sekitar kawasan Kawah Gunung Boleng
Bagaimana cerita selanjutnya? Ikuti blog ini bro.....!

Kamis, 08 Januari 2009

Untuk kawan...............

Dimanapun kalian berada, kalian tak jauh dari saya. Kerinduan yang ada dalam hatimu,tak jauh pula dengan apa yang sedang aku rasakan. Namun hari demi hari aku semakin heran, apa yang membuat kita harus berpisah begitu jauh dan lama. ketika kita menyempatkan semenit dua untuk merenung, maka jawaban yang muncul sangat sederhana. Ya, Tite tai seba buku biliken teratu. Dan juga ake gelupan, Taan Soga Lewo Naran.

Kirin baat tu a di he teman. Baan na'bon tewan ta an rehiket. Naku tabe taa neng gaku? Alapet radi balik, ke pai taan wengiket nahiket taan tete taan Koda Kirin Naen.

Kita tercerai berai ke beberapa bagian dunia, begitu jauh, bahkan jauh dari pandangan mata. Dan ketika kesulitan hidup datang mencekik, maka yang terasa, tak hanya jauh dari pandangan mata tetapi juga mungkin hati.

Inilah dunia yang membingungkan itu. Kapan saya akan berjumpa denganmu sekalian? kerinduanku sedemikian berat. Bahkan lebih berat dari tanggungan hidup yang kujalani hari demi hari. Ada keyakinan dalam hati, bahwa semua ini memang ada waktunya. Kita sulit memaksa, dan itu fakta. SEMOGA ALAPET TETI BELOL'ON RAGA GERIHAN SELALU

TENTANG KEHIDUPAN DI WATOONE

Rata-rata hidup dari bertani. Tanaman yang ditanam pun kebanyakan yang semusim. Bicara tentang musim, tak seperti Indonesia di bagian yang agak ke barat. Satu musim, artinya sekali dalam enam bulan. Beda dengan beberapa bagian Indonesia yang memiliki pertanian teknis. Watoone dan beberapa bagian dari Adonara pada umumnya, hanya mengandalkan ladang.
Tanah yang kering, pohon-pohon yang meranggas menjadi ciri yang sungguh khas, padang tandus, bahkan tak pantas disebut sabana, karena yang tersisa hanya rerumputan. belum lagi batu padas, bekas endapan lahar puluhan bahkan ratusan tahun silam.
Yang aneh, orang selalu betah hidup di tempat ini. Hidup dengan biaya tinggi di tengah aturan adat istiadat yang tak main-main. Dan yang juga tak kalah anehnya, orang tak pernah mengeluh ketika mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Entah karena apa, yang jelas, berapapun, orang siap berkorban. Aneh ya....? Tapi itulah Watoone. Itulah Adonara. Dan kami tak pernah menyesal, diwarisi adat istiadat maupun kerelaan hati yang seperti ini. karena mungkin saja, hal yang demikian itu sudah tak ada lagi di bagian dunia yang lain.

Jumat, 02 Januari 2009

Damai Sejahtera Selalu

Kata-kata ini sedemikian indah. Tetapi entah mengapa selalu saja kadang pahit setiap kali diucapkan. Padahal ini adalah pelipur dikala sedih, obat ketika lapar, dan dahaga. Penghibur di kala sepi. Dan masih banyak lagi, karena maknanya hampir tak terhitung. MengapaA? karena melampaui apa yang terlihat, yang terdengar, atau yang tercium.
Jika engkau telah masuk cukup jauh ke dalamnya, maka engkau akan merasakan sendiri betapa kuatnya makna kata-kata ini.
Tapi apakah engkau masuk atau hanya berdiri dari jauh melihatnya? Keputusannya ada di tanganmu sendiri. Damai Sejahtera, jangan sampai hanya sekadar basa-basi. Jangan biarkan bahasa istimewa ini hilang tanpa makna kawan/////trim..s.///kopong