Total Tayangan Halaman
Minggu, 30 Oktober 2011
KOMODO
Manusia termasuk manusia di negeri ini, begitu banyak menghabiskan waktunya untuk memperoleh pengakuan orang lain. Bila perlu untuk mendapatkan pengakuan, ada orang yang siap mengeluarkan banyak biaya. Tak peduli, apakah pada akhirnya akan diakui atau tidak, yang penting habis-habisan dulu berjuang dengan segala daya upaya.Begitu pentingkah pengakuan itu?
Akhir-akhir ini, kampanye digalakan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar mendukung Komodo untuk ditetapkan menjadi salah satu keajaiban dunia. Rupanya tak hanya kemampuan, pengakuan, atau pendidikan saja yang dibeli. Manusia bahkan mau membeli keajaiban. Jadi, jika ternyata sebuah badan dunia itu tak mengakui lantaran kurangnya dukungan SMS, maka Komodo menjadi tidak ajaib.
Tapi jika SMS memenuhi syarat, maka ajaiblah Komodo. Apa sebenarnya yang sedang dilakukan para kapitalis ini? Komodo itu sudah ada sejak ratusan bahkan jutaan tahun lalu. Dan nyata bahwa Komodo itu kini hanya ada di Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil lainnya di Manggarai Barat, Flores, NTT, Indonesia.
Terima atau tidak, di seantero jagad raya ini, Komodo hanya bisa djumpai di Pulau Komodo, NTT. Tak ada tempat lain manapun di duniia ini yang ada komodonya. Mau diakui atau tidak, komodo tetap ada.
Yang terjadi, justru sederetan lelucon yang tampak di depan mata. Iklan TV, koran, internet, dan kampanye-kampanye agar Komodo diakui sebagai keajaiban dunia. Bahkan bila perlu dengan mengeluarkan biaya besar demi menyandang predikat itu.
Sebagai orang NTT, khususnya Pulau Flores, kita patut patut bersyukur kepada TUHAN SEMESTA ALAM bahwa alam yang indah ini menjadi tempat yang cocok bagi reptil raksasa ini untuk berkembang biak. Syukur pula bahwa hanya di Pulau Komodo lah reptil ini bisa hidup dan tak bisa dikembangbiakan di tempat lain.
Tak seperti tambang Free Port, Irian Jaya atau Batu Hijau, Sumbawa, NTB yang isinya bisa dikeruk dan dibawa ke tempat lain sesuka hati.
Jika saja Komodo ini bisa dibawa dan dikembangbiakan di tempat lain, kemungkinan besar yang tersisa di Pulau Komdo hanya rumput kering dan batu padas. Lantas sekarang, kita semua beramai-ramai meminta sebuah badan dunia untuk mendapatkan pengakuan sebagai keajaiban dunia.
Apakah hal itu begitu penting? Begitu pentingkah pengakuan itu? Pikiran sederhana saya sendiri, di tengah zaman global ini, asal promosi bisa jalan dengan baik, maka wisatawan mancanegara dari ujung dunia manapun akan berdatangan menyaksikannya, tanpa harus ada pengakuan dari badan dunia yang banyak persyaratannya itu.
Mungkin lebih tepat, jika yang menyatakan ajaib atau tidak itu yakni para wisatawan yang berkunjung ke sana, karena merekalah yang menjadi saksi langsung tentang keajaiban dunia yang tersisa. Tak harus mengumpulkan sejumlah sms. Siapkah yang akan diuntungkan dengan sms ini? Atau akan lebih baik jika dana yang ada dipakai utk promosi keliling dunia. Bahkan itu pun belum tentu habis pula.
Ini namanya memberi makan orang kaya. Apakah ada kerja sama para bedebah ini dengan masyarakat Pualu Komodo yang selama ini selalu menjaga dan memelihara sisa-sisa Komodo? Bahkan jika ada sekalipun patut dipertanyakan seperti apa.
Singkatnya, diakui atau tidak, keajaiban tetaplah keajaiban.Jadi hemat saya, tak perlulah gusar dengan hasil voting itu. Mengapa negara yang begini besar tidak PD sama sekali dengan kekayaannya yang tak ada duanya di muka bumi ini? Dengan cara bagaimana lagi agar negeri ini bisa sadar bahwa kekayaannya ini tak sanggup dibeli dengan apapun, apalagi sekadar mendapatkan pengakuan keajaiban seharga pulsa?
Bangkitlah negeriku. Engkau tak serendah itu...Kekayaanmu bahkan membuat seluruh dunia ini seakan menjadi sinting dan mencari jalan bagaimana caranya agar bisa menumpang pada keajaiban alam, flora maupun fauna. Untuk sementara sekian dulu.....Selagalas, 31 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar