Di tengah kehidupan manusia yang makin sulit, banyak kebohongan, banyak penipuan, dan lain-lain sifat tak terpuji, kasih kebanyakan orang pun menjadi dingin, dan rasa saling curiga dan upaya menjatuhkan pun kian terasa.
Berbarengan dengan itu, manusia semakin tak percaya mengenai adanya keajaiban. Bukan sekadar keajaiban-keajaiban biasa, namun hal-hal yang memang sudah selayaknya ditempatkan pada apa yang disebut sebagai mujizat
Sebab bagi manusia tertentu, sesuatu hal bukanlah keajaiban, tetapi bagi manusia yang lain lagi, sesuatu yang dianggap biasa, baginya adalah keajaiban.
Kembali kepada topik keajaiban. Saya ingin menyampaikan sebuah kesaksian yang tak main-main yang saya alami sekitar 11 tahun lalu. Dan Bukan hanya ini, tetapi beberapa yang lain, bahkan yang jauh lebih dari ini pun pernah saya alami. Namun mungkin akan diceritakan dalam kesempatan lain.
Apa yang akan saya ceritakan tak bermaksud memberitakan kepada khalayak mengenai betapa hebatnya aku melainkan, mengenai betapa besar kasih Tuhan akan manusia.
Bahwa bagi Dia, sama sekali tak ada yang mustahil. Dan itu tak sekadar kata pemanis. Bahwa dalam media apa saja, Dia bisa tampil memberikan kelegaan, kesembuhan, dan apapun juga sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.
Di tengah krisis iman yang mendekati keruntuhan peradaban, tampaknya kebanyakan manusia kian tak percaya akan campur tangan Dia yang menjadi penguasa jagad raya ini.
Hal itu bisa terjadi, karena manusia merasa dirinya sudah bisa melakukan segala sesuatu tanpa harus dibantu atau dituntun Dia yang menjadi pemilik kehidupan. Manusia dengan segala teknologi dan kemajuannya yang spekatakuler dalam berbagai sisi, pendidikan, kesehatan, antariksa, dan lain-lain lagi, telah membuka banyak tabir rahasia alam ini.
Dengan berbagai kemampuan yang dimiliki itu, manusia seakan mengira bahwa semua dapat dilakukannya, bahkan tanpa harus menyembah Dia. Bahkan penyembahan akan Dia kadang dianggap sebagai tindakan manusia paling lemah, tidak ada kerjaan, dan telah kehilangan harapan serta buang-buang waktu.
Di tengah kecanggihan manusia yang luar biasa ini, manusia juga semakin tak percaya kepada Dia, apalagi keajaiban Karena manusia sudah bisa terbang, bisa berkomunikasi melalui udara, dan begitu banyak kemudahan lain yang oleh orang tertentu telah menyamakannya sebagai keajaiban pula. Meskipun tentu saja tak sama dengan mujizat Tuhan Yesus menyembuhkan orang lumpuh, misalnya.
Kembali kepada judul tulisan ini. Tulisan dengan pembuka yang agak bertele-tele ini sekadar menjadi salam pembuka bagi siapa pun yang berkesempatan membacanya. Bahwa mujizat itu tetap ada di tengah kecanggihan manusia yang menganggap dirinya serba bisa ini.
Di suatu malam sekitar Juli tahun 2000. Hari dan tanggal telah dilupakan. Bahkan bulan pun tak pasti. Namun yang jelas, itu terjadi di tahun 2.000. Ketika itu aku baru pulang piket malam bekerja di salah satu surat khabar di Lombok, NTB.
Di tengah kepenatan itu, aku membuka pintu rumah milik Paulus Doni Liat di BTN Tanah Haji, tempatku menginap.
Jauh sebelumnya semasa kuliah, aku juga menginap di sana, namun di tahun itu, aku kembali menginap di sana, karena adanya peristiwa rusuh masa di Mataram, 17 Januari 2000.
Dalam kondisi yang agak lelah, aku menyetel tv 14 inci di depan saya di ruang tengah. Kondisi lelah ditambah suara pembawa acara yang berapi-api saat membawakan acara siraman rohani, bukan membuatku bersemangat melainkan semakin ogah.
Oh ya, perlu saya ceritakan di sini, bahwa ketika itu aku menderita sakit di rahang, yang membuat rahang saya sulit dibuka. Setiap kali dibuka, sakitnya bukan main. karena itu saya sangat tersiksa setiap kali makan. Namun itu saya paksakan.
Rasa sakit itu telah saya derita sekitar akhir 1997 lalu.
Sepanjang waktu itu pula, saya tak bisa membersihkan rahang saya dengan baik, karena setiap kali membuka mulut, rasa sakit itu hampir tak tertahankan. Akibatnya, gigi geraham saya yang tak pernah dibersihkan itu hancur dengan sendirinya.
Penderitaan itu semakin tak tertahankan, dan aku seakan menyerah sampai malam itu.
Dengan langkah tertatih, aku bangun dan mendekati TV dan memegang tombol untuk mematikannya.
Namun mendadak, suara pembawa acara siraman rohani itu menggema di tengah kelam malam. ''Saya melihat dalam Roh, seorang pemuda yang tengah menikmati acara ini,'' katanya.
Waktu itu saya masih bujang, belum menikah, jadi saya termasuk di antara sekian pemuda yang menikmati acara siraman rohani malam itu sebagaimana yang dimaksud pembawa acara.
Jadi, aku menarik kembali tanganku dari tombol tv, kemudian pembawa acara itu melanjutkan. ''Pemuda ini sangat menderita, karena rahangnya sangat sakit setiap kali dia membuka mulutnya,'' katanya.
Saya semakin yakin bahwa di tengah malam menjelang pukul 01.00 Wita itu, mungkin satu diantara 10 juta orang yang mengalami eeperti apa yang saya alami. Karena itu aku semakin yakin, bahwa pemuda yang dimaksudkan itu adalah aku.
Pembawa acara ini melanjutkan. ''Saudaraku, Roh Kudus tengah bekerja menjamah sakit yang engkau derita itu. Rasakanlah kekuatannya yang mengalir di dalam rasa sakitmu itu. Tuhan Yesus sedang menyembuhkan engkau saudaraku. Oleh bilur-bilur-Nya, engkau telah disembuhkan,'' katanya.
Sesaat lamanya aku tertegun berdiri memandang layar kaca seakan tak percaya, ada kejadian maha hebat yang baru terjadi atas diriku yang berlangsung tak lebih dari dua menit bahkan semenit.
Kemudian pembawa acara melanjutkan. ''Terima kasih saudaraku semua. Tuhan Yesus memberkati. Oleh bilur-bilur-Nya, kamu telah disembuhkan. Terpujilah Dia untuk selama-lamanya Amin. Sampai berjumpa lagi dan selamat malam. Tuhan Yesus memberkati, Amin.''
Acara itu pun berlalu. Dengan sedikit ragu-ragu, kugerakan rahangku yang menyiksaku bertahun-tahun. Meski masih ada sedikit rasa sakit ketika itu, namun tak dapat kupungkiri bahwa rasa sakit itu jauh berkurang.
Dengan langkah pasti, kulangkahkan kakiku ke dalam kamar dan berbaring melepas penat guna melanjutkan hari-hari hidup ini keesokannya. Terselip sedikit keraguan, apakah memang aku yang disembuhkan.
Aku berdoa sebentar di kamar sebelum membaringkan diri, sambil aku gerakan rahangku yang sungguh-sungguh membuatku setengah mati itu. Siapa tahu, yang disembuhkan itu bukan saya tapi orang lain lagi, yang sependeritaan dengan saya.
Namun tak dapat kupungkiri, bahwa rasa sakit makin lama makin hilang. Dan aku pun tertidur hingga pagi hari. Ketika aku bangun pagi, aku merasakan sesuatu yang lain. Pemulihan. Aku ke dapur, aku ambil makanan di atas kompor dan memindahkan ke meja makan. Aku sendok nasi dan beberapa potong tempe. Masih dengan ragu-ragu aku mulai makan mengunyah suap demi suap.
Mujizat memang telah terjadi sepanjang malam itu. Rahangku sembuh total. Aku makan seperti biasa, seperti dulu sebelum menderita sakit di rahang itu. Bahkan kini aku bisa menikmati lagi jagung titi, makanan khas dan andalan di kampung halaman saya, Desa Watoone, Witihama, bahkan makanan pokok orang di pulauku, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. ''Syukur dan Pujian kepada-Mu ya Bapa, Putera,dan Roh Kudus. Syukur pada-MU atas untung dan malang, sakit dan sehat. Karena semua ini membawa kami kian dekat pada-Mu. AMIN. Selagalas, 15 November 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar