Titik sentuh perjalanan manusia, ada pada keinginannya. Manusia ingin tahu dan ingin lebih. Manusia ingin dan ingin terus. Ingin segala-galanya. Ibarat menyiram api dengan bensin, demikianlah keinginan itu kian membara dan tak terkendali.
Setelah ingin ini,dia kemudian ingin itu. Setelah ingin itu, dia ingin dan ingin lagi. Keinginan tak terbatas,sementara sarana yang memenuhi keinginan, selalu terbatas sifatnya.
Hal inilah yang membuat manusia tak puas dengan hidupnya. Dengan segala kemampuan yang dimiliki, entah otak, tubuh, atau apapun juga, manusia terus berjuang memenuhi keinginan yang satu yang bahkan akan dijadikan tangga juga untuk memenuhi keinginan lainnya yang jauh lebih dasyat.
Semakin banyak dan jauh manusia mengingini, semakin keras dan kuat pula perjuangan manusia sampai akhirnya manusia menyadari bahwa manusia hanya memburu bayangannya sendiri yang tak mungkin akan bisa digenggamnya. Karena pada dasarnya, bayangan adalah pantulan dirinya sendiri.
Bukan hanya satu, banyak filsuf maupun manusia yang telah mengalami penerangan bathin menyatakan, bahwa menaklukan dunia, cukup dengan menaklukan diri sendiri.
Namun marilah kita lihat fakta lapangan, adakah yang melakukan itu? Dan ada yang lain lagi bertanya, untuk apa saya lakukan? Memangnya saya akan menjadi kenyang dengan menaklukan diri sendiri? Memangnya saya akan punya rumah mewah dan mobil mewah jika saya lulus menaklukan diri sendiri?
Pelajaran penaklukan diri memang sungguh abstrak dan sungguh jauh dari pemenuhan nafsu dunia, sehingga upaya penaklukan diri ibarat mitos. Ada di antara manusia yang memandang jalan ini sebagai jalan yang tak masuk akal, buang waktu, dan sia-sia.
Lihatlah bagaimana kehidupan bergerak begitu cepat dan tanpa tawar menawar. Semua manusia habis-habisan merebut sepotong roti seperti anjing yang kelaparan berebut sepotong tulang.
Sementara diri yang juga sedang kelaparan, apakah harus berdiam diri, atau dengan sangat terpaksa ikut turun gelanggang merebut sepotong roti demi memenuhi nafsu lapar ini?
Manusia yang hidup memang butuh makan. Bahkan makan secukupnya menurut ukuran normal. Itu manusiawi. Jika manusia bisa juga hidup tanpa makan namun bisa kenyang, saya pikir semua manusia akan mencari cara itu. Agar saban hari tak direpotkan dengan acara masak memasak, atau pergi ke pasar untuk cari sayur, atau ribut hutan gundul, hanya karena petani memotong sebatang ranting untuk masak. Sementara pengusaha penggergaji kayu dengan mesin potong menelan seisi rimba, tak pernah dipersoalkan bahkan didukung penuh para kapitalis dan birokrat korup.
Singkatnya, jika manusia bisa hidup tanpa makan, maka salah satu keinginan, alias biang keributan bisa teratasi. Namun benarkah bisa terjadi demikian? Faktanya, semua orang yang ingin tetap hidup, harus makan. Jika dia tak makan, akan mati kelaparan. Itu hukum alam, kecuali kalau ada yang bisa mengatasi atau setidak-tidaknya menguasai hukum alam itu. Dan yang sanggup menguasai, tak perlu kampanye ke seluruh dunia kan? Karena dunia beserta segenap perangkatnya, memang kadang kurang tertarik dengan hal yang demikian.
Patut dipertanyakan, karena meskipun jalan itu ada, tak banyak yang berminat. Mengapa? Karena terlalu banyak yang harus ditanggung, terlalu banyak derita yang dipikul. Dan bahasa derita itu seakan menjadi momok yang sangat menakutkan dan meresahkan, mirip teror bom atau isu akan ada tsunami.
Padahal Penderitaan adalah racun keinginan. Orang yang menderita hidupnya, tak pernah menginginkan apa-apa, selain agar tak menderita lagi atau setidak-tidaknya memperoleh sedikit kelegaan.
Namun bagi manusia "sadar" yang ingin menderita untuk membunuh keinginan, maka saat yang demikian, adalah saat paling bahagia dalam hidupnya. Dia bersyukur atas derita yang dialaminya. Karena penderitaan itu ternyata telah membuka matanya terhadap Karunia Penguasa Alam yang tiada duanya, penaklukan keinginan.
Sekarang saya bertanya kepada anda semua yang punya waktu untuk membaca ini, seberapa besar keinginan anda? Adakah hasrat anda untuk menaklukan hasrat anda? Manakah yang lebih besar, hasrat anda ataukah hasrat anda untuk menaklukan hasrat anda?
Ini pencarian kehidupan yang hakiki. Jika anda masih ribut gara-gara sepotong roti atau sepiring nasi, sadarlah bahwa anda sebenarnya belum waktunya membaca tulisan ini. Terima kasih dan maaf jika ada yang kurang berkenan. Selagalas, 16 November 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar